Kemaren aku pergi ke nikahan
tetanggaku ya semacam walimahan gitu lihat prosesi serah-temu manten (red :
pengantin dalam bahasa Jawa). Disana aku bertemu dengan teman-teman sebayaku di
desaku dan teman-teman yang umurnya dibawahku. Aku lihat mereka sudah pada
gendong anak, wiih hebat ya. Aku saja di umur 24 tahun ini masih belum apa-apa,
jangankan gendong anak atau lamaran, punya pacar aja belum.. hehehe (curcol).
Nah kejadian lucunya itu pas aku melihat ada teman yang umurnya dibawahku (sekitar 19-20 tahun) lagi gendong anak, trus anaknya kan minta susu (netek) eh tanpa basa-basi temenku itu langsung nyusuin anaknya, padahal bangkunya tepat di depan manten pula. Haduuh pemandangan gratis tuh buat bapak-bapak dan pemuda yang ada disana, apalagi pas nyusuin juga nggak disensor alias nggak ditutupin apa-apa. Aku heran dan agak miris juga lihatnya, aku pikir apa dia nggak diajari sama orangtuanya kalau nyusuin anak itu harus ditutupin atau permisi kek ke dalam rumah yang punya hajatan buat ijin nyusuin yang jelas jangan sampai orang laki-laki tau, atau mungkin juga karena faktor umur jadi dia belum bisa berpikir sejauh itu? Makanya dia langsung aja spontan kayak gitu ataukah ada faktor lainnya? Hmmm…
Nah kejadian lucunya itu pas aku melihat ada teman yang umurnya dibawahku (sekitar 19-20 tahun) lagi gendong anak, trus anaknya kan minta susu (netek) eh tanpa basa-basi temenku itu langsung nyusuin anaknya, padahal bangkunya tepat di depan manten pula. Haduuh pemandangan gratis tuh buat bapak-bapak dan pemuda yang ada disana, apalagi pas nyusuin juga nggak disensor alias nggak ditutupin apa-apa. Aku heran dan agak miris juga lihatnya, aku pikir apa dia nggak diajari sama orangtuanya kalau nyusuin anak itu harus ditutupin atau permisi kek ke dalam rumah yang punya hajatan buat ijin nyusuin yang jelas jangan sampai orang laki-laki tau, atau mungkin juga karena faktor umur jadi dia belum bisa berpikir sejauh itu? Makanya dia langsung aja spontan kayak gitu ataukah ada faktor lainnya? Hmmm…
Fenomena
nikah muda di desa memang bukanlah hal yang baru. Pernikahan muda seolah-olah
sudah menjadi hal yang wajar bagi masyarakat desa. Lulus dari SMA, bagi
orangtua yang mempunyai anak perempuan akan lebih memilih untuk menikahkan
anaknya daripada harus menyekolahkan anaknya ke jenjang yang lebih tinggi. Hal
tersebut dikarenakan pemikiran orang desa yang masih kolot yakni tugas
perempuan itu hanya untuk urusan “sumur, dapur dan kasur”. Apabila
diterjemahkan maknanya yakni tugas perempuan itu hanyalah untuk urusan-urusan
rumah tangga dan nggak perlu sekolah yang tinggi. Makanya anak-anak perempuan
di desaku sudah pasti nasibnya ya gitu-gitu aja, lulus SMA terus nikah, jarang
ada yang kuliah. Kalaupun kuliah, pasti nggak akan lama, cuma 3-4 semester
pasti bakalan ‘berhenti’ nggak diterusin karena orangtuanya mendesak untuk
segera menikah. Apalagi kalau cowoknya maen melulu ke rumah si cewek, pasti deh
bisa dipastikan pernikahan akan buru-buru di gelar. Sebab orang di desaku itu
adalah orang yang paling menjungjung tinggirasa ‘sungkan’, kalau ada orangtua
yang punya anak perempuan udah ABG dan pacarnya itu terus berkunjung kerumah si
cewek, pasti deh orangtua cewek itu akan mendesak keluarga si cowok untuk
menikahi anaknya. Soalnya kalau anak cewek sering di datangi sama cowok,
pastilah orangtuanya sungkan (malu) sama tetangga sekitar dan alasan kedua
yaitu takut nanti terjadi sesuatu yang tidak di inginkan. Kejadian seperti itu
juga yang dialami tetangga sebelah rumahku, hahaha. Aku menamakannya ‘jebakan betmen’.. :p
0 komentar:
Posting Komentar